Da’wah Islâm yang dikumandangkan oleh Rasûlullâh saw. merupakan satu peristiwa yang paling menakjubkan dalam sejarah manusia. Dalam tempo hanya satu abad saja, dari gurun yang tandus dan suku bangsa yang terbelakang, Islâm telah tersebar hampir menggenangi separuh dunia dan menciptakan revolusi berpikir dalam jiwa bangsa-bangsa. Dan sekaligus membina satu dunia baru, yaitu Dunia Islâm.
Betapa besar kontribusi yang diberikan Islâm kepada kemanusiaan, khususnya bangsa ‘Arab, yang pada waktu itu merupakan bangsa yang terbelakang, tak terkenal, tak punya tempat dan kedudukan dalam sejarah, namun dalam waktu yang singkat mereka muncul memimpin bangsa-bangsa di dunia. Ini semua berkat Islâm dan Al-Qur-ân serta bimbingan Nabi besar Muhammad saw. Benarlah apa yang diucapkan oleh ‘Umar bin Al-Khaththâb r.a. :
“Kita—bangsa ‘Arab – adalah bangsa yang paling hina, maka Allâh memuliakan kita dengan Islâm. Karena itu, apabila kita mencari kemuliaan selain – Islâm –, pastilah Allâh akan menjadikan kita kembali hina”.
Dengan Islâm dan Al-Qur-ân, serta pembinaan yang dilakukan terus menerus oleh Nabi Muhammad saw. bangsa yang terbelakang ini menjadi sebuah kekuatan yang maha dahsyat, bagaikan topan badai yang berhembus dari padang pasir, menerjang dinding jazirah ‘Arabia, menggempur pasukan Romawi yang terkenal kuat dan berdisiplin serta pasukan baju besi Persia yang terkenal, dan membuatnya hancur berantakan.
Islâm telah membuat mereka menjadi manusia-manusia yang adil, berani, berakhlaq tinggi, berwatak mulia serta cinta terhadap ilmu pengetahuan, sehingga tak sampai dua abad dari detik kelahirannya, benderanya telah berkibar antara pegunungan Pyrenia dan Himalaya, antara padang pasir di tengah Asia sampai ke padang pasir di dua benua Afrika.
Namun, pada pertengahan abad 18 Masehi, Dunia Islâm jatuh ke jurang keruntuhan yang terdalam. Pengajaran terhenti, di mana-mana terjadi pembekuan dan umat Islâm pun tenggelam dalam kebodohan, dan hal itu masih terus berlangsung hingga kini. Umat Islâm saat ini telah begitu awam terhadap hakikat Islâm dan kandungan Al-Qur-ân. Sebagaimana sabda Rasûlullâh saw. :
“Telah dekat suatu masa bagi manusia, dimana tidak tertinggal dari Islâm melainkan — sekedar — namanya saja, dan Al-Qur-ân pun hanya tinggal sekedar tulisannya. Masjid-masjid mereka penuh sesak, namun kosong dari hidayah. Sedangkan kaum ‘ulama mereka –saat itu — merupakan seburuk-buruknya manusia di kolong langit, karena dari merekalah timbulnya berbagai macam fitnah dan — fitnah itu — akan kembali kepada diri mereka sendiri”.
(H.R. Baihaqî)
Beginilah kondisi umat Islâm saat ini; mereka tidak mengenal Islâm kecuali sekedar nama tanpa hakikat, tidak mengenal Al-Qur-ân kecuali sekedar tulisan tanpa pemahaman. Bahkan, lebih banyak lagi di antara mereka yang tidak mampu membaca tulisan Al-Qur-ân, apalagi memahaminya sebagai hidayah Allâh bagi umat manusia.
Pendek kata, kehidupan Islâm telah lenyap, meninggalkan ritus tak berjiwa dan kemunduran merata. Benarlah yang dikatakan oleh seorang cendikiawan muslim, bahwa Dunia Islâm saat ini sedang mengalami kevakuman besar. Ia sedang melalui masa paling kritis yang belum pernah ada dalam sejarahnya. Ajaran Islâm yang bersumber dari Al-Qur-ân dan As-Sunnah saat ini telah menjadi asing bagi kaum Muslimîn sendiri, sebagaimana sabda Rasûlullâh saw. :
“Islâm itu dimulai dengan asing, maka ia akan kembali asing seperti semula”.
Ketauhîdan yang diajarkan Rasûlullâh saw. telah diselubungi oleh khurafat dan paham kesufian sehingga membuat sebagian dari kaum Muslimîn bahkan menghias diri mereka dengan azimat, penangkal penyakit dan tasbih serta berziarah ke kuburan-kuburan orang keramat untuk memohon keselamatan, berkah, rezeki, jodoh dsb., yang semua itu merupakan perbuatan syirik yang dilarang keras oleh Islâm.
Sedangkan sebagian yang lain meniru-niru dan menjadi pengikut setia Barat dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Maka, dibutuhkan kemauan yang keras dan waktu yang panjang untuk memperbaiki kondisi kaum Muslimîn yang sudah sangat parah ini. Dan sejarah mengajarkan kepada kita, bahwa dimana benar-benar ada kemauan untuk perbaikan, maka perbaikan itu akan datang juga.
Sebagai langkah awal dari perbaikan itu ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk kembali memahami ajaran Islâm dari sumbernya yang bersih, yaitu: Al-Qur-ân dan As-Sunnah dengan mengikuti metode yang dilaksanakan oleh generasi Salaf, generasi awal umat ini, yaitu para sahabat Rasûlullâh saw., para tâbi’în (generasi setelah para sahabat) dan tâbi’ut-tâbi’în (generasi selanjutnya), yang merupakan generasi terbaik umat ini, sebagaimana firman Allâh SWT. :
“Dan orang-orang yang terdahulu, lagi yang pertama-tama ( masuk Islâm) daripada orang-orang Muhâjirîn dan Anshâr, dan orang-orang — berikutnya — yang mengikuti mereka dengan baik, Allâh ridha kepada mereka, dan mereka pun ridha kepada-Nya, dan Allâh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan itulah kemenangan yang besar”.
(Surah At-Taubah (9) : 100)
Ayat ini secara tegas menyatakan, bahwa Allâh SWT. telah ridha kepada generasi awal Islâm, yang terdiri dari kalangan Muhâjirîn dan Anshâr, dan orang-orang yang datang kemudian, yang mengikuti jejak mereka dengan sebaik-baiknya. Dan sabda Rasûlullâh saw. :
“Sebaik-baik umat-ku ialah kurun orang-orang yang semasa dengan-ku, kemudian — generasi — orang-orang berikutnya, kemudian — generasi — orang-orang berikutnya”.
(H.R. Muslim)
Hadits ini pun menunjukkan bahwa umat Islâm yang paling baik pemahaman, iman dan ‘amalnya ialah mereka yang hidup semasa dengan Rasûlullâh saw., yaitu para sahabat Beliau. Kemudian generasi berikutnya, yaitu para tâbi’în, kemudian generasi berikutnya yaitu tâbi’ut-tâbi’în.
Fenomena Dunia Islâm dan kaum Muslimîn saat ini membuktikan kebenaran isi hadits di atas. Kaum Muslimîn dewasa ini telah begitu jauh meninggalkan ajaran Islâm. Mereka lebih tertarik untuk mengkonsumsi ajaran-ajaran filsafat Barat yang sekular atau mengakses ajaran agama dari para tokoh ahli bid’ah yang tidak bertanggung jawab. Bahkan banyak di antara mereka yang tidak mempedulikan ajaran agama sama sekali. Akibatnya, mereka terombang- ambing dalam kesesatan dan ketidak pastian
Al-Ustadz As-Syaikh Abul-Hasan An-Nadwy (rahimahullâh) mengatakan, bahwa Al-Qur’-ân dan As-Sunnah adalah dua kekuatan luar biasa besarnya yang sanggup mengobarkan api semangat dan keimanan di dalam Dunia Islâm. Oleh karena itu sangat penting bagi kaum Muslimîn untuk mengakses informasi Islâm dari sumbernya, yaitu Al-Qur’-ân dan As-Sunnah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar