PERMOHONAN MAAF
Sudah menjadi tradisi setiap kali masuk bulan puasa, telepon genggam dipenuhi sms berbunyi:
Selamat berpuasa dan mohon maaf lahir batin dan akan banyak dalam lebaran.
Namun akan lebih berarti kalau permohonan maaf disampaikan bukan sekedar basa basi, melainkan sungguh-sungguh merupakan refleksi batin, sekaligus sebagai komitmen memperbaiki diri dan tidak mengulangi kesalahan.
Al Qur’an mengajarkan sedikitnya ada tiga hal harus dilakukan terhadap mereka yang berbuat salah, yaitu menahan amarah, memaafkan , dan berbuat baik (3:134)
(Yaitu orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan), bahkan sekalipun mereka bersumpah tidak akan berbuat baik kepada kita, tetap dianjurkan member maaf dan melupakan kesalahannya (An-Nur:22)
(Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dari kelapangan diantara kamu Bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kerabatnya, orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (ayat ini turun berkenaan dengan kisah Abu Bakar ash-Shiddiq R.A ketika bersumpah tidak akan memberikan nafkah apapun kepada misthah bin Utsatsah setelah ia menuduh ‘Aisyah R.A.
Hakekatnya, puasa membangun dan memperkuat sifat kemanusiaan manusia setinggi-tingginya sehingga pada akhirnya manusia penuh diliputi cinta kasih dan kemurahan hati, kemampuan menahan amarah serta keinginan tulus meminta maaf dan memaafkan sesama. Sikap-sikap terpuji inilah sesungguhnya wujud nyata dari fitrah manusia (Ar- Rum 30:30)
(Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam) ; sesuai fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut fitrah itu mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid, kalau ada manusia tidak beragama tauhid maka hal itu tidaklah wajar. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus (Kitabullah yaitu Al Qur’an) tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Kesadaran akan fitrah manusia dan kenyataan bahwa dalam realitas tidak ada manusia luput dari dosa, dan kesalahan membawa pada kesadaran baru akan perlunya meminta maaf kepada sesame, terutama orang tua dan kerabat dekat, dari segala dosa dan kesalahan, baik disengaja maupun tidak disengaja.
Tidak hanya meminta maaf, tetapi juga memberi maaf kepada sesama tidak kalah pentingnya. Sebesar apapun kesalahan orang lain tidak perlu dihitung. Biarlah Allah yang mengetahui kewajiban kita sebagai sesama manusia hanyalah memberi maaf dan berusaha menunjukkan sikap yang jauh lebih baik.
Bukanlah perkara mudah memaafkan kesalahan orang lain umumnya lebih suka membayar ganti rugi atau membayar saksi daripada meminta maaf. Mengapa? Meminta maaf sering dianggap identik dengan kehilangan harga diri atau kehilangan muka.
Untuk membangun sikap mudah memaafkan. Perlu direnungkan sifat-sifat Allah yang baik (Al-Asmaul husna) empat berkaitan dengan sifat pemaaf, yakni sifat al-ghaffar, al-ghafur, al-Thawwab dan al-Afwu.
Sebagai Al Ghaffat Allah SWT senantiasa berjanji menutupi kesalahan orang-orang yang bertobat, bahkan kesalahan mereka akan ditukar dengan kebajikan (Al-furqan 25:70
Kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman dan mengajarkan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan Kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang) Allah SWT menyambut permohonan tulus para hamba, termasuk hamba yang berdosa sekalipun dengan syarat tidak mempersekutukan Allah SWT
Allah memerintahkan manusia agar meneladani-Nya dalam memberi maaf dan ampunan (Al-Jasiah 45;15
Barang siapa mengerjakan kebajikan, maka itu untuk dirinya sendiri, dan barang siapa mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri; kemudian kepada Rabmu kamu dikembalikan), bahkan ditegaskan: “tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia” (Asy-Syura 42;43).
Ampunan Allah sungguh sangat luas, tak bertepi dan tak ternilai oleh apapun. Hanya satu syarat, jangan mempersekutukan Allah dengan suatu apapun, Renungkan makna hadist Qudsi berikut: “ HambaKu, seandainya kalian datang kepadaKu dengan membawa dosa sepenuh isi bumi, Aku pun pasti menyambut kalian dengan ampunan sepenuh isi bumi, asalkan kalian tidak mempersekutukan Aku (HR Tarmidzi dari Anas ibnu Malik) lalu mengapa enggan memohon maaf ?
Pesan moral yang ingin dinyatakan al Qur’an adalah: berilah maaf sebelum yang bersalah meminta maaf, dengan demikian maaf yang diberikan itu tidak terkesan terpaksa. Slogan “tiada maaf bagimu” jangan pernah ada dalam kamus kehidupan umat Islam. Sikap saling minta maaf dan memberi maaf inilah sesungguhnya fondasi utama bagi pemulihan dan penguatan hubungan silaturahim.Puasa seharusnya menjadi media yang memperkokoh fondasi tersebut. Wallahu a’lam bi as-shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar